Kampung halaman
------------------------------
Masa berlari cepat
berbilang purnama enggan kuhitung
larut badan di perantauan
menukar tangis dengan senyuman
agar terjangkau bukit barisan
Semenjak ranah ditinggalkan
rindu berpinak saban hari
kering sawah menanti hujan
entah bila benih akan kusemai
jejak berumput di pematang
Di sini lumbung kian menyusut
harapkan merantau menimbun padi
padang ilalang pula menyeruak
tercalar aniani menahan perih
Dalam butiran airmata nan merebak
kabur bebayang kampung halaman
pedih hatiku menahan kerinduan
entah sampai kapan
Hati yg beku
----------------------
Masih rinai temani malam
dengan segelas teh poci
kucoba singkap gelap pekat
akankah terungkap dalam sepeminuman
agar ingatan tak lagi cewang
Puas kumenapik benci
setelah bertanam rindu sangat dalam
berserabut akar tercabut
saat kau kukuh menapis air
padahal lumut selalu tersaring
Mengapa kau bermain dalam kelam
menutup cahaya yang menerangi
puasku berpikir
sedang diluar hujan kian menderas
gigil secangkir teh dibalut dingin
namun lebih lali hatiku
berpurnama memeluk sunyi
Walau kau melipat jarak
merengkuh penuh kehangatan
jiwaku t'lah beku
takkan meleleh cair
meski bertapak kita di gurun sahara
Resah
----------------
Malam yang sangat puisi
mengajak hatiku merayu dikau
Aku menimang rindu
berlagu-lagu di bawah tatakan cahya purnama
"tidurlah!
sebelum resah menyulut membakar jiwa tenggelamkan binar rembulan"
sebait bisikan lirihku kian parau
Duhai... rindu ini enggan lena
terpatah-patah aksara menjadi bodoh
dengan apa hendak direda
sedang datangnya tanpa berkala
menghimpun ingatan
kau semata .............
------------------------------
Masa berlari cepat
berbilang purnama enggan kuhitung
larut badan di perantauan
menukar tangis dengan senyuman
agar terjangkau bukit barisan
Semenjak ranah ditinggalkan
rindu berpinak saban hari
kering sawah menanti hujan
entah bila benih akan kusemai
jejak berumput di pematang
Di sini lumbung kian menyusut
harapkan merantau menimbun padi
padang ilalang pula menyeruak
tercalar aniani menahan perih
Dalam butiran airmata nan merebak
kabur bebayang kampung halaman
pedih hatiku menahan kerinduan
entah sampai kapan
Hati yg beku
----------------------
Masih rinai temani malam
dengan segelas teh poci
kucoba singkap gelap pekat
akankah terungkap dalam sepeminuman
agar ingatan tak lagi cewang
Puas kumenapik benci
setelah bertanam rindu sangat dalam
berserabut akar tercabut
saat kau kukuh menapis air
padahal lumut selalu tersaring
Mengapa kau bermain dalam kelam
menutup cahaya yang menerangi
puasku berpikir
sedang diluar hujan kian menderas
gigil secangkir teh dibalut dingin
namun lebih lali hatiku
berpurnama memeluk sunyi
Walau kau melipat jarak
merengkuh penuh kehangatan
jiwaku t'lah beku
takkan meleleh cair
meski bertapak kita di gurun sahara
Resah
----------------
Malam yang sangat puisi
mengajak hatiku merayu dikau
Aku menimang rindu
berlagu-lagu di bawah tatakan cahya purnama
"tidurlah!
sebelum resah menyulut membakar jiwa tenggelamkan binar rembulan"
sebait bisikan lirihku kian parau
Duhai... rindu ini enggan lena
terpatah-patah aksara menjadi bodoh
dengan apa hendak direda
sedang datangnya tanpa berkala
menghimpun ingatan
kau semata .............